Minggu, Desember 02, 2007

Eit...Wartawan Juga Manusia

Sebanyak 60 karya fotografi jepretan Budi Sugiharto akan menghiasi Plasa Tunjungan I Surabaya 24-30 Oktober 2005. Pameran foto tunggal wartawan detikcom biro Surabaya ini mengisahkan kerja keras profesi jurnalis media cetak dan elektronik yang sedang menunaikan tugasnya, yakni memburu berita di berbagai event di Jatim dan Bali.


Dengan jeli Uglu, panggilan akrab Budi Sugiharto, membidik ekspresi para ''kuli media'' ini dengan cukup sederhana dan lugas. Uglu menyebut foto-fotonya ini lebih bersifat dokumenter. "Saya sengaja mengambil tema ''Wartawan Juga Manusia''. Sebab selama ini ada penilaian jika jurnalis kerjanya mudah dan ringan dalam mengumpulkan informasi yang akan disuguhkan kepada masyarakat. Padahal kalau ikut jurnalis kerja akan merasakan suka dukanya," jelas Uglu, Minggu (23/10/2005).



Dari 60 karya yang dipajang dengan kemasan yang berbeda dengan pameran foto sebelum itu, dia mengabadikan segala polah jurnalis di Surabaya, Lamongan, Blitar, dan Bali. Semua kegiatan jurnalis terekam dengan jelas dan membuat penikmat seni akan tersenyum jika menyaksikannya. Untuk mewujudkan pameran ini, setiap liputan, Uglu selalu menyempatkan membidik kawan-kawan seprofesinya.



Misalnya, ekspresi wartawan salah satu stasiun televisi swasta yang tertidur lelap di atas bangku kayu, karena kelelahan menunggu detik-detik eksekusi terpidana mati Astini di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Medaeng, Kabupaten Sidoarjo. Lalu ada lagi, sejumlah jurnalis yang berbagi data dengan rekan-rekannya yang datangnya terlambat di lokasi kejadian. "Wartawan kan manusia juga. Pasti ada salahnya," katanya sambil tertawa.



Menyuguhkan Fakta



Di antara foto-foto ukuran 11 R yang dipamerkan, Uglu terlihat berusaha menyuguhkan fakta perbedaan jurnalis nasional (Indonesia) dengan asing. Perbedaan yang cukup mencolok itu dibidiknya dengan lugas tanpa banyak angle yang nyeleneh. Saat meliput Bom Bali II, 2 Oktober lalu, Dia menyuguhkan seorang jurnalis asing yang mengerjakan tugasnya langsung di lapangan dengan bekal notebook yang tersambung jaringan internet melalui ponselnya.
"Bukannya membanding-bandingkan tapi memang itu fakta. Tapi yang penting etos kerja bukan teknologinya," katanya.



Selain itu, Uglu memotret jurnalis televisi asing yang reportase langsung di Cafe Nyoman Jimbaran yang dikoyak bom. Peralatan yang dibawa jurnalis asing terkesan lengkap, karena membawa reflektor untuk menerangi wajah reporter yang siaran langsung.



"Kalau di Surabaya kan kayak begitu jarang terjadi, termasuk membawa mikrophone dengan memakai tongkat (stik), sehingga wawancara bisa dari jarak jauh. Tidak perlu berebut dari dekat dengan narasumber," kata Uglu yang telah menggeluti profesinya selama 10 tahun di berbagai media ini.



Kajadian lucu dan unik jurnalis yang juga terekam, antara lain seorang jurnalis televisi yang cukup dari motornya sedang merekam gambar unjuk rasa menolak kenaikan BBM di Bundaran Waru beberapa waktu lalu. Ada lagi yang foto yang mengandung ancaman kekerasan terhadap jurnalis.



Saat pertandingan Persebaya melawan Persela di Lamongan, bagaimana jurnalis harus menyelamatkan diri dari lemparan batu dan amukan suporter yang marah. Dan, tak ketinggalan, Uglu juga berhasil menggambarkan jika jurnalis itu bagi sebagian orang dinilai tidak mempunyai rasa kasihan atau sikap peduli.(http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/24/nas15.htm)